Pesantren Al-Hamidiyah
Home > Profil
Tentang Pesantren



Pesantren Al-Hamidiyah didirikan pada 17 Juli 1988 oleh Almaghfurlah K.H. Achmad Sjaichu (1921-1995) untuk mewujudkan keinginan beliau dalam menangani pengembangan dan pelestarian kegiatan pendidikan dan dakwah.

KH. Achmad Sjaichu mengharapkan dunia pesantren bisa menjadi penutup bagi perjalanan panjang kehidupannya, setelah ditinggalkan selama hampir 40 tahun terhitung sejak ia meninggalkan pesantren Al-Hidayat, Lasem Rembang. Dalam kurun waktu selama 40 tahun (1950-1980) KH. Achmad Sjaichu terjun dalam dunia politik dan bergiat dalam Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU). 

KH. Achmad Sjaichu merasakan keprihatinan yang mendalam atas kenyataan makin langkanya ulama dan juru dakwah, baik dari segi kuantitas karena banyaknya ulama yang wafat, maupun segi kualitas karena sistem pendidikan dan pengajaran dalam lembaga pesantren yang masih harus lebih disempurnakan lagi.


Menurutnya, para juru dakwah dan ulama perlu dipersiapkan sejak dini dengan seperangkat ilmu dan keterampilan yang cukup untuk menyertai perkembangan kehidupan modern yang kian kompleks. KH. Achmad Sjaichu kemudian teringat kembali akan keprihatinan dan kekhawatiran yang pernah dirasakan Rasulullah SAW belasan abad yang silam tentang kondisi umatnya yang kehilangan pemimpin dari kalangan ulama.

Rasulullah SAW bersabda:

إنَّ اللهَ لا يقبضُ العلمَ انتزاعًا ينتزعُهُ منَ النَّاسِ، ولَكن يقبضُ العلمَ بقبضِ العُلماءِ ، حتَّى إذا لم يترُك عالمًا اتَّخذَ النَّاسُ رؤوسًا جُهَّالًا، فسُئلوا فأفتوا بغيرِ عِلمٍ فضلُّوا وأضلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak menghilangkan ilmu dengan mencabutnya secara serentak, akan tetapi Dia menghilangkan ilmu dengan cara mewafatkan ulama. Sehingga ketika sudah tak tersisa seorang pun ulama, manusia mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin. Ketika ditanya, mereka memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka tidak hanya sesat tetapi juga menyesatkan.” (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Abbas).

Namun K.H. Achmad Sjaichu tidak tenggelam dan hanyut dalam keprihatinan semata-mata. la optimis dapat mewujudkan keinginannya mendirikan pesantren sebagai jawaban atas keprihatinan dan kekhawatiran tersebut. Sebab nasyrul ilmi (pengembangan ilmu pengetahuan) bukan semata-semata menjadi keinginan manusia, tapi juga mendapat jaminan dari Allah SWT. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

 من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين، وإنما أنا قاسم والله يعطي، ولن تزال هذه الأمة قائمة على أمر الله، لا يضرهم من خالفهم، حتى يأتي أمر الله

“Barangsiapa dikehendaki Allah menjadi orang baik, niscaya Allah memberi kedalaman ilmu di bidang Agama Islam. Sesungguhnya saya sekadar membagi ilmu dan Allah yang memberinya. Tidak henti-hentinya umatku menegakkan kebenaran sesuai perintah Allah. Orang-orang yang menentangnya tidak akan mendatangkan mudharat bagi mereka hingga datang ketetapan Allah (kiamat).”

Motivasi yang besar untuk mendirikan sekaligus menjadi pengasuh pesantren juga mendapat dorongan dari istrinya, Ny. H. Solchah Sjaichu. Sebelum wafatnya, 24 Maret 1986, Ny. H. Solchah terus mendorong agar rencana mendirikan pesantren itu segera diwujudkan.

Atas dasar itu, bulatlah tekad untuk mendirikan pesantren. Kebetulan pada saat yang sama, ada sebidang tanah di daerah Depok dijual dengan harga relatif murah. Tanah yang berlokasi di Desa Rangkapanjaya, Pancoran Mas, Kota Administratif Depok, Jawa Barat itu, akhirnya dibeli (1980). Di atas tanah inilah, pesantren yang menjadi idamannya dan idaman istrinya, didirikan. Karena beberapa kesibukan dan persiapan yang belum cukup, pembangunan pesantren itu tertunda.

Pada 31 Agustus 1987, dengan disaksikan para ulama dan tokoh masyarakat, Menteri Agama H. Munawir Sjadzali meletakkan batu pertama, mengawali pembangunan pesantren. K.H. Achmad Sjaichu memberi nama dengan Pesantren Al-Hamidiyah, dinisbatkan dengan nama ayahandanya, H. Abdul Hamid. Pesantren Al-Hamidiyah kemudian dimasukkan dalam daftar unit kerja di lingkungan Yayasan Islam Al-Hamidiyah.

Secara fisik, bangunan Pesantren Al-Hamidiyah dirancang dan ditangani langsung pengawasannya oleh Ir. Mochammad Sutjahyo, putra ketiga KH. Achmad Sjaichu. Bersamaan dengan itu dilakukan pula perencanaan berbagai program pendidikan di bawah koordinasi dan pengawasan Dr. H. Fahmi D. Saifuddin, MPH, Wakil Ketua Yayasan Islam Al-Hamidiyah pada waktu itu, yang juga menantu K.H. Achmad Sjaichu.

Berdasar Akta Ikrar Wakaf No. K-26/BA.03.2/121/V/1993, No. K-26/BA.03.2/122/V/1993, No. K-26/BA.03.2/119/V/1993, No. K- 26/BA.03.2/118/V/1993, dan No. K-26/BA.03.2/120/V/1993, yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, Kecamatan Pancoran Mas, Kotatif Depok, aset dan seluruh sarana serta fasilitas Pesantren Al-Hamidiyah, sejak tahun 1993, telah berstatus wakaf.

Dengan status wakaf, dan peruntukan yang telah ditetapkan oleh pewakaf, segala hak dan pengelolaan atas Pesantren Al-Hamidiyah telah menjadi tanggung jawab pihak yang menerima wakaf. Pewakaf (Wakif, orang yang mewakafkan) Pesantren Al-Hamidiyah adalah Almarhum K.H. Achmad Sjaichu, yang telah merintis berdiri dan berkembangnya pesantren tersebut.

K.H. Achmad Sjaichu mewakafkan Pesantren Al-Hamidiyah kepada Yayasan Islam Al-Hamidiyah untuk tujuan nasyrul ilmi (pengembangan ilmu) dan pembinaan umat. Dengan demikian, yang bertanggung jawab atas kelangsungan dan pengembangan pesantren demi terwujudnya cita-cita Almarhum adalah Yayasan Islam Al-Hamidiyah (YIA) sebagai syartul wakif (syarat yang ditetapkan wakif, yakni YIA sebagai nazhir, penanggung jawab), dalam hal ini Manajemen Pesantren Al-Hamidiyah.

Sejak Senin, 12 April 2021, melalui SK No: 57/A/YIH/SK/IV/2021 Direktur Utama YIA, dr. H. Imam Susanto, Sp.B., Sp.BP-RE (K) menetapkan Prof. Dr. K.H. Oman Fathurahman, M.Hum sebagai Kepala Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah menggantikan Drs. K.H. Achmad Zarkasyi yang wafat pada Rabu, 6 Januari 2021. Adapun Wakil Pengasuh ialah KH. Abdul Rasyid M, Lc (Bidang Pembinaan Santri & Peribadatan), dan K.H. Jauhari Sadji, Lc (Bidang Pengasuh Pembinaan Bahasa & Kajian Islam), serta sebagai Kepala Pesantren & Asrama, Ust. Suma Wijaya, M.I.Kom.