Yayasan Islam Al-Hamidiyah
Opini
Home / Opini

Hentikan Budaya Kekerasan

Rabu, 28 Februari 2024 Oleh Kajis 619 kali

Hentikan Budaya Kekerasan

 

Oleh: Prof. Dr. K.H. Oman Fathurahman, M.Hum., Kepala Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok

 

 

Kisah tragis meninggalnya seorang santri salah satu Pondok Pesantren di Jawa Timur (Jumat, 23/2/2024) mengusik kembali rasa kemanusiaan dan batin kita, khususnya sebagai pengasuh, pendidik, dan keluarga besar pesantren. Ironis, karena peristiwa itu terjadi di Lembaga Pendidikan Islam yang seharusnya menjadi rumah kedua, tempat belajar yang nyaman bagi para santrinya.


Aksi kekerasan dan perundungan bisa terjadi di mana saja. Sebelumnya, kita juga disuguhkan aksi kekerasan yang melibatkan siswa-siswa di sebuah sekolah elit di Kawasan BSD Serpong, Banten.


Kekerasan, termasuk di dalamnya semua aksi perundungan (bullying), sekecil apa pun, amat bertentangan dengan nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan apalagi nilai-nilai agama. Dalam Islam, Nabi Muhammad Saw. mengajarkan bahwa “Muslim yang baik itu jika orang lain tidak merasa terganggu oleh lidah maupun perbuatannya”.


Penyebab aksi kekerasan seringkali teramat sederhana, mulai dari canda berlebihan, ketersinggungan, hingga yang paling umum adalah mental senioritas yang merasa lebih berkuasa terhadap juniornya. Kita tentu memahami, anak-anak yang belum dewasa sering belum menyadari akibat buruk dari sebuah perbuatan, karenanya pendampingan dari orang dewasa, orang tua, guru, menjadi sangat penting terus dilakukan.


Pesantren Al-Hamidiyah sepenuhnya menyadari adanya potensi kekerasan dan perundungan di kalangan para santri yang selama 24 jam hidup bersama di asrama, minimal ada gesekan sosial dan perselisihan kecil dalam aktivitas sehari-hari. Itu sebabnya, sejak awal 2021, Pimpinan Pesantren dan Yayasan Al-Hamidiyah menerbitkan berbagai regulasi, peraturan, dan tata tertib yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan atau perundungan tersebut.


Sejak terbitnya berbagai peraturan tersebut, tidak boleh lagi ada pemberian sanksi yang menjurus pada tindak kekerasan; semua jenis aksi perundungan dilarang, termasuk perlakuan yang bersifat memaksa oleh santri senior kepada yuniornya. Kamera pemantau (CCTV) terpasang di setiap sudut. Santri senior diarahkan dan dilibatkan untuk mengayomi santri junior. Ini semua adalah upaya Pimpinan Pesantren Al-Hamidiyah untuk menciptakan kenyamanan bagi para santrinya.


Pada 2023, peraturan yang dibuat oleh Pesantren untuk mencegah aksi kekerasan dan atau perundungan pun sudah dimatangkan dan didiskusikan melalui uji publik bersama psikolog dan pakar pendidikan seperti Najeela Shihab. Maka terbitlah Surat Keputusan Direktur Utama Yayasan Islam Al-Hamidiyah Sjaichu Nomor 030/SK/Sekr-YIA/I/2024 Tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan di Lingkungan Yayasan Islam Al-Hamidiyah Sjaichu Depok. 


Khusus untuk para santri, ada Peraturan Bersama Kepala Pengasuh Pesantren dan Direktur Pendidikan Yayasan Islam Al-Hamidiyah Nomor 019/A-Pes/02/2022 dan Nomor 001/Tatib/Dirpend/II/2022 Tentang Tata Tertib Santri Pesantren Al-Hamidiyah. Adapun untuk mekanisme penindakan jika terjadi pelanggaran atas peraturan-peraturan tersebut, terbit Surat Keputusan Yayasan Islam Al-Hamidiyah Depok Nomor 277/Sekr-YIA/III/2023 Tentang Peraturan DIrektur Utama Yayasan Islam Al-Hamidiyah Tentang Majelis Amni dan Penegakan Disiplin Civitas Yayasan Islam Al-Hamidiyah Depok.


Mungkin awalnya sebagian santri merasa terkekang dengan banyaknya aturan tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, dan setelah merasakan ketenteraman yang tercipta, santri semakin menyadari pentingnya bersama-sama menghindari segala aksi yang potensial menimbulkan kekerasan dan atau perundungan.


Saya sering menyampaikan kepada para guru dan pembina agar sering-sering mengajak para santri, khususnya santri-santri senior, untuk mendiskusikan kasus-kasus kekerasan dan perundungan yang terjadi, khususnya di kalangan pelajar, baik di Pesantren maupun di luar Pesantren. 


Kalau perlu, tonton bersama video kekerasan yang ada, sentuh nurani paling dalam para santri, bayangkan jika kekerasan itu menimpa diri sendiri, saudara, atau teman dekat kita. Kasus yang terjadi tidak harus ditutupi, era sekarang semua terbuka, video kekerasan dapat diakses di mana saja. Alih-alih menutupi, lebih baik memberikan pendampingan dan mengetuk kesadaran para santri.

Demikianlah, menghentikan budaya kekerasan dan perundungan, di lembaga pendidikan khususnya, adalah tugas kita bersama: pimpinan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua. Para peserta didik, siswa-siswi, para santri, adalah amanah orang tua untuk diasuh dan disirami ilmu pengetahuan serta kebijaksanaan.


Setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan untuk mencegah aksi kekerasan dan atau perundungan terhadap siswa-siswa dan atau para santri: pertama, pengetahuan tentang bahaya aksi kekerasan dan perundungan harus terus digaungkan; kedua, peraturan dan sistem pengawasan harus dibuat atau disempurnakan; serta ketiga, komitmen dan konsistensi dari semua pihak untuk menolak aksi kekerasan dan perundungan sangat dibutuhkan.


Semoga Allah SWT. meridai segala upaya kita bersama untuk kemaslahatan, āmīn yā  rabbal ‘ālamīn.