Sekolah Al-Hamidiyah
Berita
Home / Berita

Haul dalam Pandangan Islam

Selasa, 21 Maret 2023 Oleh Kajis 14713 kali

Panduan Memperingati Haul Almaghfurlah K.H. Achmad Sjaichu, Pendiri Pesantren Al-Hamidiyah Depok.


Apa yang Dimaksud dengan Haul?

Kata haul berasal dari bahasa Arab (حَوْل) yang artinya setahun atau satu tahun. Ada juga makna lain seperti kekuatan, kekuasaan, kemampuan; di sekeliling, di sekitar, dan tentang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), haul memiliki tiga arti (1) Kekuasaan; kekuatan; (2) Jangka waktu satu tahun yang menjadi batas kewajiban membayar zakat bagi pemilikan harta kekayaan, seperti perniagaan, emas, ternak; (3) Peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali (biasanya disertai selamatan arwah). Makna ketiga menjadi maksud utama dari pembahasan di sini. 

Haul merupakan sebuah istilah untuk acara atau serangkaian kegiatan yang ditujukan dalam rangka peringatan satu tahun meninggalnya seorang tokoh, terlebih seorang ulama berpengaruh. Dalam acara haul biasanya terdapat beberapa kegiatan di antaranya: doa bersama, ziarah, dzikir, tahlil, halaqah, manaqib, khataman Al-Qur’an, bakti sosial, pengajian atau ceramah keagamaan, seminar pemikiran tokoh terkait, kegiatan kesenian, bedah buku, dan lain sebagainya.

Apa Tujuan Haul?

Memperingati Haul atau wafatnya seorang ulama memiliki tujuan untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa yang telah diberikan oleh ulama tersebut dalam menyebarkan ilmu dan agama Islam.

Selain itu, peringatan Haul juga dapat menjadi ajang untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari kehidupan dan karya-karya ulama yang telah meninggal. Dengan mengenang dan mempelajari karya-karya mereka, umat Islam dapat lebih memahami ajaran Islam dan memperdalam pemahaman mereka terhadap agama.

Lebih dari itu, haul sejatinya bertujuan pula sebagai pengingat kematian bagi para hadirin yang datang ke acara tersebut. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada kehidupan yang abadi, dunia hanya sementara, hanya Allah Swt yang Mahakekal. Dalam hadits Nabi disebutkan bahwa berziarah ke makam berguna untuk dzikrul maut, atau mengingat kematian. Dan ini sangat kentara dalam acara-acara haul.

Apakah Ada Landasan Dalil dari Al-Qur’an, Hadits, dan Ulama tentang Haul ini?

Ada beberapa ayat, riwayat, dan juga pendapat ulama yang menjadi landasan memperingati haul seperti di antaranya ialah:

 

وَمَا كَا نَ لِنَفْسٍ اَنْ تَمُوْتَ اِلَّا بِاِ ذْنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَ مَنْ يُّرِدْ ثَوَا بَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۚ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَا بَ الْاٰ خِرَةِ نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۗ وَسَنَجْزِى الشّٰكِرِيْنَ

“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali ‘Imran: Ayat 145)

 

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ قَتْلَ أُحُدٍ فِىْ كُلِّ حَوْلٍ وَاِذَا لَقَاهُمْ بِالشَعْبِ رَفَعَ صَوْتَهُ يَقُوْلُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ وَكَانَ اَبُوْ بَكْرٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَالِكَ وَكَذَالِكَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ.

Rasulullah Saw mengunjungi makam para pahlawan Uhud setiap tahun. Jika telah sampai di Syi’ib (tempat makam mereka), beliau mengeraskan ucapannya: Assalamu ‘alaikum bima shabartum fani’ma ‘uqba ad-dar (Semoga kalian selalu beroleh kesejahteraan atas kesabaran yang telah kalian lakukan. Sungguh, akhirat tempat yang paling nikmat). Abu Bakar, Umar, Utsman juga melakukan hal yang serupa. 

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِى الْمَوْتَ

Rasulullah Saw bersabda, "Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi).

 

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أكثروا ذكر هاذم اللذات الموت فإنه لم يذكره في ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره في سعة إلا ضيقها

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu Hibban)

 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ

Abdullah bin Umar RA bercerita, Aku pernah bersama Rasulullah Saw, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad Saw lalu bertanya, Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik? Beliau menjawab: Yang paling baik akhlaknya, orang ini bertanya lagi: Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)? Beliau menjawab: Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal.” (HR. Ibnu Majah).


ذِكْرَ يَوْمِ اْلوَفَاةِ لِبَعْضِ اْلاَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ مِمَّا لَا يَنْهَاهُ الشَّرِيْعَةُ الْغُرَّاءُ، حَيْثُ اَنَّهَا تَشْتَم غَالِبًا عَلَى ثَلَاثَةِ أُمُوْرٍ مِنْهَا زِيَارَةُ اْلقُبُوْرِ، وَتَصَدُّقُ بِاْلمَأْكُوْلِ وَاْلمَشَارِبِ وَكِلَاهُمَا غَيْرُ مَنْهِيٍّ عَنْهُ، وَمِنْهَا قِرَاَةُ اْلقُرْآنِ وَاْلوَعْدِ الدِّيْنِي وَقَدْ يُذْكَرُ فِيْهِ مَنَاقِبُ اْلمُتَوَفَّى وَذَالِكَ مَسْتَحْسَنٌ لِلْحَثِّ غَلَى سُلُوْكِ الطَّرِيْقَتِهِ اْلمَحْمُوْدَةِ كَمَا فِى الْجُزْءِ الثَّانِى مِنَ الْفَتَوِى اْلكُبْرَى لِاِبْنِ حَجَرٍ وَنَصَّ عِبَاَرتُهُ: عِبَارَةُ شَرْحَيِ اْلعُبَابِ: وَيَحْرُمُ النَّدْبُ مَعَ اْلبُكَاءِ كَمَا حَكَاهُ فِى اْلاَذْكَارِ وَجَزَمَ بِهِ فِى اْلمَجْمُوْعِ وَصَوَّبَهُ اْلاَسْنَوِي-اِلَى اَنْ قَالَ-اِلَّا ذِكْرُ مَنَاكِبِ عَالِمٍ وَرَعٍ اَوْ صَالِحٍ لِلْحَثِّ عَلَى سُلُوْكِ طَرِيْقَتِهِ وَحُسْنُ الظَّنِّ بِهِ بَلْ هِيَ حِيْنَئِذٍ بِالطَّاعَةِ أَشْبَهُ لِمَا يَنْشَأُ عَنْهَا مِنَ اْلبِرِّ وَالْخَيْرِ وَمِنْ ثَمَّ مَازَالَ كَثِيْرً مِنَ الصَّحَابَةِ وَغَيْرِهِمْ مِنَ اْلعُلَمَاءِ يَفْعَلُوْنَهَا عَلَى مَمَرِّ اْلاِعْصَارِ مِنْ غَيْرِ اِنْكَارٍ

 

Memperingati hari wafat para wali dan para ulama termasuk amal yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya mengandung sedikitnya tiga hal: ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman yang semuanya tidak dilarang agama. Sedang unsur ketiga adalah karena ada acara baca al-Qur’an dan nasihat keagamaan. Kadang dituturkan juga manaqib (biografi) orang yang telah meninggal. Cara ini baik baik untuk mendorong orang lain untuk mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan si mayit, sebagaimana telah disebutkan  Ibnu Hajar bahwa ungkapan terperinci dari al-Ubab adalah haram meratapi mayit sambil menangis seperti diceritakan dalam al-Adzkar dan dipedomani dalam al-Majmu’, al-Asnawi membenarkan cerita ini. Sampai pernyataan, menuturkan biografi orang alim yang wira’i dan saleh guna mendorong orang mengikuti jalannya dan berbaik sangka dengannya. Juga agar orang bisa lagsung berbuat taat, melakukan kebaikan seperti jalan yang telah dilalui almarhum. Inilah sebabnya sebian sahabat dan ulama selalu melakukan hal ini sekian kurun waktu tanpa ada yang mengingkarinya. (Al-fatawa al-Kubra, juz II hlm, 18: Ahkam al-Fuqaha, juz III, hlm. 41-42)

 

Secara Syar'i tidak ada larangan dalam berkumpul bersama untuk memberikan hadiah pahala kepada mayit dengan semisal; memberikan sedekah makan, baca Al-Qur'an baik dalam peringatan 40 hari atau haul. Pembacaan Al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit adalah suatu yang dianjurkan dan disyariatkan. Diyakini oleh para ulama, pahala bacaan ayat-ayat Allah itu sampai kepada mayit.

 

Kenapa Kita Memperingati Haul Almaghfurlah K.H. Achmad Sjaichu? 

Sebagai muslim yang baik, sudah selayaknya kita menghormati para pendahulu kita. Para santri, guru, karyawan, dan pimpinan di bawah naungan Yayasan Islam Al-Hamidiyah Depok merasa mendapat kenyamanan dan ketentraman hidup berkat jasa dan jerih payah Almaghfurlah K.H. Achmad Sjaichu yang telah mendirikan lembaga pendidikan Islam ini. Almaghfurlah wafat pada Rabu, 4 Januari 1995 M atau 2 Sya'ban 1415 H pukul 13.55 WIB di Jakarta dalam usia 74 tahun dan dimakamkan pada esoknya, Kamis, di Kompleks Pesantren Al-Hamidiyah Depok. 

Prikehidupan Kiai Sjaichu sebagai ulama dan tokoh bangsa perlu dikenang dan diteladani oleh para generasi sekarang. Dengan acara haul, diharapkan biografi sejarah hidup serta perjuangan beliau bisa didengar oleh masyarakat luas dan diingat oleh kita kembali. 

Terlebih penting lagi, acara Haul yang diselenggarakan oleh Al-Hamidiyah ini tidak melanggar norma-norma atau syariat Islam dan justru mengamalkan anjuran-anjuran dalam agama. Di antara rangkaian acara itu, khataman Al-Qur’an, bakti sosial dengan donor darah  dan periksa Kesehatan gratis, berdonasi, mengadakan berbagai perlombaan, pengajian umum, peluncuran buku, dan sebagainya. 

Mudah-mudahan ini bisa menjadi pahala untuk Almaghfurlah K.H. Achmad Sjaichu dan menjadi kebaikan untuk kita semua agar menjadi muslim yang baik sebagaimana dicita-citakan oleh Rasulullah Saw. Amin

 

Tim Kepesantrenan Al-Hamidiyah Depok

Selasa, 14 Maret 2023