Yayasan Islam Al-Hamidiyah
Opini
Home / Opini

Ketekunan Iyo dan Enlitto Belajar Al-Qur’an, Santri TPQ Al-Hamidiyah

Rabu, 02 Juli 2025 Oleh M. Yasir 115 kali

Tak semua keberhasilan datang dengan cepat. Tidak pula selalu lahir dari kemudahan. Ada yang tumbuh perlahan, melalui proses panjang yang dipenuhi semangat belajar, ketekunan, serta dukungan yang tulus dari lingkungan sekitarnya. Begitulah kisah inspiratif dua bersaudara, Muhammad Enlitto dan Muhammad Felvillio—akrab disapa Iyo—santri TPQ Al-Hamidiyah, yang membuktikan bahwa dengan kemauan yang kuat, setiap anak mampu berkembang dan mencapai kemajuan terbaiknya.


Iyo bukan anak biasa. Ia memiliki cara belajar yang khusus dibanding teman-teman sebayanya. Di beberapa lingkungan, Ia sempat dianggap "berbeda". Namun di TPQ Al-Hamidiyah, kami melihatnya sebagai anak yang unik—ciptaan Allah SWT yang istimewa dan penuh potensi. Di sinilah Iyo menemukan ruang aman untuk tumbuh. Ia belajar Al-Qur’an dengan semangat yang luar biasa, dan ketika berpindah dari Iqra ke mushaf Al-Qur’an, bacaannya sudah fasih dan lancar. Itu bukan kebetulan. Itu adalah hasil dari ketekunan Iyo sendiri, serta cinta dan dukungan yang tulus dari keluarganya dan para guru.


Perjalanan Iyo di TPQ tak selalu mulus. Saat pandemi melanda, proses pembelajaran berganti dari daring ke luring. Meski begitu, semangatnya tak padam. Dalam beberapa situasi, seperti saat suara petir mengagetkannya, Iyo memilih mencari kenyamanan di kelas lain, bahkan ke kelas sang kakak, Enlitto. Namun para guru tidak memaksa, mereka menenangkannya dengan sabar, memberikan waktu hingga Iyo kembali merasa aman dan siap belajar. Di TPQ Al-Hamidiyah, kami percaya bahwa proses belajar bukan tentang menekan, tapi menumbuhkan. Karena hati yang tenang adalah gerbang terbaik dalam memahami ilmu, terutama Al-Qur’an.


Enlitto, sang kakak, juga tumbuh menjadi sosok yang membanggakan. Ia menyelesaikan tilawah 30 juz dengan baik dan menjadi teladan bagi adiknya. Bukan hanya sebagai kakak, Enlitto hadir sebagai pelindung dan penyemangat bagi Iyo. Kehadiran keduanya menjadi kekuatan satu sama lain.


Tak kalah penting, peran Bunda mereka menjadi sumber semangat tersendiri. Ketika keduanya meraih pencapaian penting—Enlitto khatam Al-Qur’an dan Iyo berhasil membaca mushaf dengan lancar—sang Bunda mengungkapkan rasa syukurnya dengan membuat nasi kuning sebagai simbol kebahagiaan dan penghargaan atas perjuangan anak-anaknya. Ia merasa hangat dan dihargai oleh guru-guru TPQ Al-Hamidiyah yang menyambut anak-anaknya dengan kasih sayang dan penuh pengertian.


Kisah ini adalah pengingat, bahwa setiap anak punya jalan masing-masing dalam memahami Al-Qur’an. Diberi ruang untuk bertumbuh dengan caranya sendiri, mereka akan menunjukkan kemampuan terbaiknya. Ketekunan, cinta, dan lingkungan belajar yang hangat akan menumbuhkan kepercayaan diri dan prestasi yang tidak terduga.


Hari ini, Iyo dan Enlitto tumbuh menjadi pribadi yang membanggakan. Iyo, dengan gayanya yang santun, bahasa Indonesia yang formal dan khas—masih sering menyisipkan bahasa Inggris dalam percakapan—datang menemui para guru TPQ. Ia menceritakan dengan penuh semangat bahwa ia telah lulus Munaqasyah Akhir di sekolahnya, dan akan segera pindah ke Bandung bersama keluarga. Pertemuan itu bukan hanya silaturahim, tapi juga penegas bahwa cinta, sabar, dan kepercayaan bisa membimbing anak menuju keberhasilan yang indah.


Iyo dan Enlitto adalah bukti nyata: dengan ketekunan dan cinta, membaca Al-Qur’an bukan sekadar impian, tapi Kenyataan.


Ditulis oleh: Ira Asmara