Beberapa waktu lalu, Rania mengalami musibah kecelakaan yang membuat tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Untuk duduk pun ia masih harus menggunakan bantal, agar tidak terasa sakit dan lebih aman. Kondisi ini tentu membuat banyak orang memilih untuk beristirahat total di rumah. Namun, berbeda dengan Rania. Ia justru meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk tetap diantar ke TPQ, mengikuti kegiatan belajar, bahkan menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) bersama teman-temannya.

Bayangkan, dalam keadaan sakit sekalipun, Rania tetap menunjukkan kerinduan yang begitu besar untuk mengaji. Dengan duduk beralaskan bantal, ia berusaha mengikuti pelajaran dengan penuh kesungguhan. Pemandangan ini tentu menggugah hati siapa pun yang melihatnya. 

Kisah sederhana dari santri kecil ini mengajarkan kepada kita beberapa hal penting. Pertama, semangat menuntut ilmu tidak mengenal keadaan. Rasa sakit dan keterbatasan tidak menjadi penghalang bagi Rania untuk terus belajar. Kedua, cinta kepada Al-Qur’an mampu melahirkan keteguhan hati. Justru karena cintanya yang besar, ia tidak ingin tertinggal meski harus berjuang lebih keras dari teman-temannya. Ketiga, keteladanan dapat lahir dari siapa saja, tanpa memandang usia.

Rania mengingatkan kita, orang-orang dewasa, bahwa sering kali kita yang sehat justru kerap menunda belajar dan beribadah. Sementara seorang anak kecil menunjukkan arti kesungguhan yang sesungguhnya. Sejalan dengan hadis Nabi Muhammad saw:

“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mempermudah baginya jalan menuju surga” (H.R Muslim)

Semoga kisah Rania menjadi teladan bagi para santri, guru, dan orang tua, bahwa menuntut ilmu adalah ibadah mulia yang harus diperjuangkan dalam keadaan apa pun. Dari santri kecil ini, kita belajar arti kesabaran, keteguhan, dan cinta yang tulus kepada Al-Qur’an. Masyaallah.

Ditulis oleh: Ira Asmara