MA Al-Hamidiyah
Home > Berita
Berita

Menjadi Pelopor Anti Bullying, Mewujudkan Lingkungan Sekolah Yang Positif

Selasa, 13 Agustus 2024 Oleh Irma Rahmawati 275 kali

“Berani Berteman, Berani Menerima Perbedaan”


Depok - Dalam rangka mewujudkan program Kota Layak Anak dan Pencegahan
Bullying di Kota Depok, maka diperlukan adanya program Sosialisasi dan Edukasi Anti Bullying kepada pelajar dan pemuda/i di wilayah Kota Depok, khususnya kecamatan Pancoran Mas. Acara yang bertajuk “Menjadi Pelopor Anti Bullying, Mewujudkan Lingkungan Sekolah yang Positif” memiliki dua agenda penting yaitu “Penyuluhan Anti Bullying” dan “Deklasari Komunitas Anti Bullying” yang diadakan pada hari Selasa 6 Agustus 2024 di Kecamatan Pancoran Mas Depok dari pukul 7.30 – 13.30. Kegiatan penyuluhan ini dibagi menjadi 4 sesi materi dengan pembicara  yaitu Bapak AKBP Markuat, M. Pd selaku kasat Bimas Polres Depok, Ibu Brigadir Riri Aryani dari Satreskrim Polres Kota Depok, Bang Rian dari Komunitas Guru Cakep (KGC), dan Bunda Reni dari Forum Kota Layak Anak.

Kegiatan ini dibuka dan dihadiri oleh Wakil Walikota Depok Ir. H. Imam Budi Hartono, M.Si, di mana dalam kesempatan ini, beliau memberikan semangat untuk para generasi-Z untuk menjadi generasi emas yang positif untuk mendukung Indonesia Emas tahun 2045 yang akan datang. Dalam sambutannya, beliau menuturkan bahwa Kota Depok diharapkan menjadi Kota Anti Bullying untuk para pelajar dari jenjang SD sederajat hingga jenjang SMA sederajat. Beliau berpendapat bahwa bullying berdampak besar kepada semua pihak, baik korban yang terkena bullying yang mengakibatkan depresi maupun dampak nilai moral di masyarakat. Beliau membuka acara dengan mengawali tandatangan Deklarasi Komunitas Anti Bullying di spanduk yang terpasang di Kecamatan Pancoran Mas, Depok. 


Selain sambutan dari Wali Kota Depok, sambutan juga diberikan oleh Ibu Dra. Hj. Diah Rosmaita M.Pd, selaku Pengawas SMA/SMK KCD Wil 2 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Ibu Diah memaparkan bahwa kegiatan anti bullying di lingkungan sekolah/madrasah perlu diadakan agar tercipta lingkungan yang positif. Beliau berpendapat bahwa setiap sekolah/madrasah harus memiliki guru BK yang handal di bidangnya, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dan Ketua pengurus OSIS sekolah/madrasah.  Ketiga unsur ini harus saling bekerja sama dalam menangani masalah bullying di lingkungan sekolah di luar jam belajar khususnya yang terjadi di beberapa sekolah Negeri/Swasta dimana sering terjadi tawuran seperti di malam hari di jam 01.00 WIB. Beliau juga berpendapat, selama seorang anak masih sekolah, nama sekolah akan selalu melekat pada nama siswa/i ketimbang nama orang tua kita. Maka dari itu semua pihak, baik sekolah, orang tua dan masyarakat juga mesti bekerja sama dalam mendidik anak, khususnya untuk pencegahan bullying

Pada sesi pertama, Bapak AKBP. Markuat  M. Pd selaku narasumber sesi pertama kegiatan yang bertemakan “Peranan Polri dalam Pencegahan Bullying pada Anak Sekolah” menuturkan tugas polisi dalam menangani masalah bullying di sekolah/madrasah. Beliau berpendapat bahwa polisi akan hadir sebagai sahabat masyarakat yang tidak menangkap orang dengan asal. Terkadang orang tua di Indonesia memberikan doktrin yang keliru kalau polisi selalu akan menangkap anak yang nakal (sulit diarahkan), sehingga anak-anak sedari kecil takut pada polisi. Beliau memulai materi dengan memaparkan undang-undang yaitu UU Pasal 76 C No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak kekerasan, termasuk kekerasan di lingkungan pendidikan. Secara khusus pasal tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, dan menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan pada anak.” Lebih jauh, yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang perseorangan atau korporasi, sedangkan arti “anak” adalah seseorang yang belum berusia 18  tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka jika kekerasan tersebut dilakukan, pelaku bisa dijerat UU Pasal 80 UU 35 tahun 2014, yaitu penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp. 3 miliar, tergantung tingkat ringan beratnya kekerasan tersebut. 

Selanjutnya beliau berpendapat bahwa banyak kenakalan remaja yang diawali dari penggunaan handphone (HP). Penggunaa HP pada anak yang tidak diawasi orang tua bisa menimbulkan banyak masalah dan bisa menjadi salah satu unsur pencetus bullying melalui Cyberbullying. Beliau menasihati orang tua dan pendidik untuk senantiasa mengarahkan dan mengawasi penggunaan HP tersebut. Beliau juga mengingatkan pentingnya kerjasama peran dan pendampingan orang tua, sekolah dan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sifat anak di sekolah, rumah dan masyarakat. Untuk menghindari masalah bullying di lingkungan sekolah orang tua harus bisa mengedukasi anak agar tidak melakukan hal hal negatif di ruang publik dan semua unsur bagian harus bekerja sama dalam menangani masalah bullying. Sebagai tambahan beliau juga mengingatkan mengenai pendampingan orang tua dalam pemberian izin penggunaan kendaraan  pada anak sekolah yang masih di bawah umur dan belum memiliki SIM C (Motor) yang tidak sesuai ketentuan dari peraturan berkendara di Indonesia, yang bisa menimbulkan hal negatif, antara lain kecelakan lalu lintas di jalan yang bisa membahayakan nyawa siswa/I tersebut serta tidak teratur dengan rambu lalu lintas di jalan karena siswa/i tersebut belum paham aturan lalu lintas dengan benar.

Pada sesi kedua, Brigader Riri dari Satreskrim Polres Kota Depok menuturkan bahwa bullying di lingkungan sekolah sering terjadi, dan perilaku bullying bisa berdampak pada mental korban, mulai dari terjadi depresi hingga pada tingkat ingin mengakhiri dirinya. Bullying merupakan aksi yang harus dihindari dan dihilangkan di lingkungan sekolah/madrasah. Pelaku bullying harus bisa bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukan terhadap dengan konsekuensi huukuman penjara atau denda tergantung seberapa besar korban itu terkena dampaknya. Pelaku bullying termasuk yang melakukan, yang mengajak, yang menyuruh melakukan, yang hanya serta yang melihat saja tanpa menolong (membiarkan).  Saat ini sedang marak dengan kasus bullying di kalangan perempuan mulai dari jenjang SMP dimana anak perempuan banyak memiliki geng/circle. Bullying yang dilakukan melalui medsos dan pelaku bullying melalui medsos bisa terkena penjara yang tertera di UU ITE, dan bisa di penjara seringan-ringannya selama 4 bulan 2 minggu atau denda pidana 72 Juta. 

Adapun menurutnya, tanda-tanda jika seorang anak terkena bullying antara lain perubahan pola makan dan tidur, perubahan perilaku secara tiba tiba, cedera fisik yang tidak wajar/jelas. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya bullying di sekolah antara lain, kekurangan pengawasan dari pihak sekolah, kurangnya kesadaran siswa, ketidak setaran dan diskriminasi. Sementara itu dampaknya pada korban antara lain, penurunan prestasi siswa, masalah kesehatan mental pada korban seperti depresi dan kecemasan, gangguan kepercayaan diri dan terhampatnya pengembangan diri anaknya. Adapun lembaga-lembaga yang menangani kekerasan antara lain Unit PPA, UPTD PPA, DINAS SOSIAL, dan KPAI.

Pada sesi ketiga, Bang Rian dari Komunitas Guru Cakep (KGC) memaparkan bahwa  “Seseorang akan lebih mudah melihat dari pada mendengar dan seseorang bisa menjadi pelaku bullying di lingkungan sekolah dengan melihat perilaku bullying yang ada (meniru)”. Salah satu penyebab seseorang menjadi pelaku bullying adalah karena ketidak seimbangan yang ada di rumah, misalnya kasus anak dengan orang tua yang tidak aku/bercerai (broken home), pernah menjadi korban sehingga ingin balas dendam. Orang yang suka melakukan bully menurut Bang Rian adalah orang yang suka marah marah dan tidak bisa jaga omongan di ruang publik, misalnya sekolah. Adapun salah satu jenis bullying yang marak adalah bullying yang terjadi saat ini melalui media sosial lain. Maka dari itu, bijaklah dalam menggunakan media sosial. 

Pada sesi terakhir, yang diisi oleh Bunda Reni dari Forum Kota Layak Anak, Untuk menghindari terjadinya bullying di sekolah, maka perlu diadakan social challenge di sekolah-sekolah. Misalnya dengan membuat dukungan pertemanan, untuk teman yang butuh pendampingan dan sharing masalah pribadinya yang rahasia. Social challenge juga bisa dimulai dari setiap warga sekolah dengan banyak menyapa, mau mendengarkan keluh kesah, berbagi dan menemani siswa yang butuh pendampingan. Jadi bukan hanya guru, siswa lain bisa dijadikan teman berbagi dengan menjaga kerahasiaan. Dengan social challenge seperti ini diharapkan, siswa belajar menghargai dirinya dan orang lain. Karena jika kita ingin dihargai, kita harus mulai mencoba menghargai dan mendengarkan orang lain.


Dan di akhir kegiatan ini, narasumber menutup dengan tanya jawab, foto bersama para narasumber dan seluruh peserta serta panitia yang hebat. Semoga kedepannya impian Kota Depok terwujud menjadi Kota Layak Anak yang Bebas Bully, Saling Menghargai dan bisa Menerima Perbedaan.


Penulis: Muhammad Fahrie Kurnia (Santri Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah) 

Editor: Rina Yuliwati, S. Psi., M. Pd


Archive