Pesantren Al-Hamidiyah
Home > Berita
Berita

Santri Al-Hamidiyah Belajar Siaga Bencana Bersama Damkar Depok

Selasa, 29 Maret 2022 Oleh Kajis 1078 kali

DEPOK - Pesantren Al-Hamidiyah bekerjasama dengan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota Depok mengadakan Pengenalan Siaga Bencana, Selasa (29/03/22). Acara dibagi menjadi dua sesi, pertama online di pagi hari dan simulasi evakuasi pada siang hari.

Seluruh santri Pesantren Al-Hamidiyah beserta guru, ustadz, dan karyawan terlibat aktif dalam acara ini. Ketika acara dilaksanakan, baik secara online maupun offline, para santri antusias menyimak, bertanya, dan mempraktikkan bagaimana cara siaga bencana yang harus dilakukan.  

“Dalam kasus kebakaran, kita punya waktu 15 menit atau response time sebelum mencapai puncaknya. Oleh karena itu, kita perlu belajar P3K atau pertolongan pertama pada kebakaran, juga mengetahui MKKG atau manajemen keselamatan kebakaran gedung agar semua selamat,” tutur Drs. Raden Gandara Budiana, Kadis Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok.

Prof. Dr. K.H. Oman Fathurahman, M.Hum., Kepala Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah mengatakan bahwa Pesantren Al-Hamidiyah sangat memberikan perhatian terhadap upaya menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia. 

“Dalam agama menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa manusia merupakan salah satu dari maqashid syariah, tujuan syariat agama diturunkan. Istilahnya hifdzun nafs, menjaga jiwa manusia. Nah, pelatihan siaga bencana semacam ini juga harus dimaknai sebagai menjaga syariat agama, sehingga bernilai ibadah untuk kita semua,” ungkap Kiai Oman. 




Guru Besar Filologi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta ini juga menyatakan bahwa faktanya di negeri kita ini sering kali terjadi bencana atau musibah, bahkan pesantren juga kerap menjadi salah satu korban. 

“Secara teologis ini memang kehendak Allah, tetapi manusia diwajibkan berikhtiar atau berusaha,” lanjutnya “Kita siap menghadapi kemungkinan terburuk. Bukan ingin bencana dan bukan pula berharap kejadian.”

Pengampu Ngasuh atau Ngaji Bersama Pengasuh ini juga bercerita, pada 2018 beliau pernah ikut melakukan evakuasi asrama Mahasiswa Pesantren Takhasus Institut Islam Al-Quran (IIQ) Tangerang Selatan yang dilahap si jago merah. 

“Saat saya tinggal di Jepang,” ungkap Kiai Oman, “Ada hal yang berkesan di benak saya, yaitu anak-anak di Jepang rutin mengikuti pelatihan siaga bencana, ada truk khusus yang dirancang mengeluarkan getaran gempa, mereka dilatih bagaimana menghadapi kebakaran, dan mitigasi bencana lainnya. Ini melekat sekali sebagai pembelajaran.”

Sementara itu, Syarif Hidayat, S.Stp, Kepala Seksi Penyuluhan dan Peran Serta Masyarakat dari Damkar Depok mengingatkan bahwa bencana kebakaran terjadi karena dua hal, pertama faktor alam seperti gunung meletus dan petir, kedua kelalaian manusia seperti korsleting listrik, pemanas air, ledakan mesin pengisi baterai, lalai menyalakan obat nyamuk, lilin, dan sebagainya. 




“Unsur penyebab terjadinya kebakaran ada tiga; oksigen, bahan bakar, dan panas. Ketiganya jika bersatu bisa menimbulkan reaksi kesinambungan. Maka, hilangkan salah satunya api akan mati. Jika ada handuk atau karung goni, basahkan ke dalam air, lalu taruh di titik api, oksigen akan terhambat dan api pun akan mati. Jangan panik, karena kepanikan akan menimbulkan tindakan yang salah,” tuturnya.

Ia memberikan cara menyelamatkan diri jika seandainya seseorang terjebak dalam kepulan asap kebakaran, yakni dengan berjalan jongkok atau merangkak. Hal ini dilakukan karena menghindari gas beracun yang berada satu meter di atas permukaan. Kalau terhirup, seseorang bisa lemas, lalu pingsan, dan bisa meninggal di lokasi kejadian. 

“Ini sering kali kami temukan, yang meninggal justru banyak ditemukan di kamar mandi,” ungkap Syarif, ”Karena ia tidak sadar bahwa ia menghirup gas beracun. Seharusnya keluar lokasi kejadian dengan jalan merangkak”.  

Syarif juga mengatakan, hal ini berbeda jika bencananya berupa gempa bumi. Tidak perlu panik keluar ruangan, karena dikhawatirkan gempanya semakin besar seseorang bisa oleng tidak seimbang, lalu jatuh dan tertindih atap atau benda yang jatuh atau bergeser. Maka dalam bencana gempa yang harus dilindungi adalah diri kita. Tindakan yang tepat berlindung di bawah meja, menutup kepala dengan kursi dibalik, atau berada di dekat pilar dan jangan dekat kaca jendela. 

Setelah materi selesai disampaikan, tepat pukul 13.00 WIB seluruh peserta acara Pengenalan Siaga Bencana Pesantren Al-Hamidiyah melakukan simulasi evakuasi. Para santri putra dan putri berkumpul di lapangan depan kantor AIC.

“Tadi dibunyikan sirine,” tutur Syarif, “Sirine pertama pertanda bahwa kita siap-siap melakukan evakuasi. Artinya tidak perlu membawa semua barang, tapi mengamankan yang penting, serta mematikan listrik jika ada yang hidup. Sirine kedua berarti kita harus sudah pergi meninggalkan lokasi menuju titik kumpul atau assembly point.

Kemudian semua peserta diarahkan ke lapangan STAI Al-Hamidiyah. Tim petugas Damkar telah menyiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam memadamkan api. 

“Ada dua APAR atau alat pemadam api ringan, yakni tradisional dan modern,” jelas petugas.




Yang dimaksud dengan APAR tradisional ialah menggunakan karung goni yang telah dibasahkan dengan cara direndam atau dimasukkan ke bak air. Lalu alat itulah yang digunakan untuk menutup titik sumber api menyala. Petugas lain tampak menyiapkan drum besi yang berisi bensin dan menyala api. Santri putra dan putri bergiliran mematikannya dengan dipandu petugas. Tidak asal meletakkan karung goni, petugas memberikan cara memegang yang benar agar karung tidak tersangkut serta tetap tidak panik. 

Sedangkan APAR modern dengan menggunakan fire extinguisher yang berisi CO2 serta racun yang ditakuti api agar tidak menyala kembali. Seperti halnya APAR tradisional, para santri dan guru bergiliran ingin mencoba menerapkannya. Cuaca yang panas tidak menghalangi semangat santri Pesantren Al-Hamidiyah belajar. Bahkan, sorak-sorai menghiasi acara ini dengan penuh keceriaan bersama.

Pewarta: Atunk

 

Archive