Pesantren Al-Hamidiyah
Home > Berita
Berita

Ramaikan Islamic Book Fair 2024, Santri Pesantren Al-Hamidiyah Ikuti Talk Show MHM

Sabtu, 17 Agustus 2024 Oleh M. Yasir 363 kali

Santri Pesantren Al-Hamidiyah Depok mengunjungi Islamic Book Fair 2024 dan mengikuti Talk Show Majelis Hukama Muslimin (MHM) dengan narasumber, Menteri Agama RI (2014 - 2019) Dr. (H.C.) H. Lukman Hakim Saifuddin dan Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. K.H., Oman Fathurahman, M. Hum (Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok), yang dimoderasi oleh Direktur MHM cabang Indonesia, Dr. KH. Muchlis M Hanafi, MA., Di Jakarta Convention Center (JCC) Hall, Senayan, Sabtu (17/8/2024). 

Para santri yang aktif dalam organisasi Takmir Masjid Pesantren Al-Hamidiyah Depok antusias mengikuti talk show pada hari keempat pameran buku keislaman terbesar di Indonesia bertemakan "Peran Agama Promosikan Budaya".

Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan bahwa agama dan budaya sebagai satu kesatuan yang meski ada perbedaan, tapi tidak seharusnya dipisah-pisahkan. Menurutnya, Indonesia bisa bertahan dan banyak diapresiasi warga dunia, salah satunya karena agama dan budaya. Keduanya membuat Indonesia bertahan dari dulu sampai sekarang dan menjadi modal menjalani kehidupan di masa depan.

"Agama itu nilai yang datang dari Tuhan. Nilai ini ketika membumi, membutuhkan wadah, sehingga nilai bisa teraktualisasikan. Jika tidak ada tempat, nilai hanya akan melayang-layang. Wadah itu adalah budaya," jelas LHS. 

Menurutnya, agama, ajaran, nilai kebajikan dengan budaya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, tidak bisa dibedakan. Tanpa budaya, agama tidak bisa mengejawantah. Budaya memerlukan nilai. Sebab budaya adalah cara manusia merespon masalah yang dihadapi. Cara itu lalu menjadi kebiasaan, tradisi, adat istiadat, lalu membudaya. 

Ia melanjutkan, bahwa ada dua jenis ajaran agama: universal (inti, pokok/ushuli) dan partikular (cabang/furuiyah). Ajaran universal diyakini kebenarannya seluruh manusia tanpa kecuali, apapun suku, negara, dan agamanya, bahkan oleh orang yang tidak beragama. Misalnya: kemanusiaan, keadilan, persamaan di depan hukum, kemaslahatan, dan lainnya.

"Kontribusi agama penting sekali bagi budaya. Tanpa budaya, agama tidak bisa membumi. Budaya pasti beragam karena itu respons manusia dalam mengejawantahkan ajaran agama," tegasnya.

Tambahnya, bahwa sebesar apa pun beda budaya, jangan ingkari yang inti. Sebab, ajaran inti agama tidak boleh diingkari atas alasan apapun juga.

Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Kiai Oman Fathurahman mengungkapkan peran agama mempromosikan keragaman budaya dan peran budaya mempromosikan agama.

Menurut Kiai Oman yang juga Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok. Bahwa keragaman budaya adalah ciri Indonesia dan Asia Tenggara

Lantas, apakah agama punya peran? Jelas. Pengampu Ngaji Manuskrip Nusantara (Ngariksa) ini lalu mencontohkan Sarung Batik yang kemudian menjadi ciri muslim Indonesia, meski tidak dipakai dan dikenal di Arab.

"Sarung Batik sebagai budaya dikenal di luar Indonesia sebagai salah satu ciri muslim Indonesia karena dipromosikan. Agama mempromosikan keragaman budaya," ungkapnya. 

Terkait peran budaya dalam mempromosikan agama, Kiai Oman menjelaskan berkembangnya tradisi menulis di Indonesia sejak abad ke-16. Ia menjelaskan, sejak Abad ke-16, ulama Nusantara sudah menulis tapi menggunakan aksara Jawi (pegon melayu). Ini mempercepat dakwah Islam.

"Islam tidak akan secepat ini menyebar ke berbagai wilayah di luar Arab kalau tidak ada medium budaya. Jadi budaya sangat berperan," paparnya. 

Lanjutnya, Salah satu manuskrip nusantara yang awal muncul adalah Sulaltus Salathin yang berisi tentang kisah Raja-Raja Pasai. Manuskrip ini ditulis dengan aksara pegon. Menurut Prof Oman, tradisi menulis dalam aksara arab tidak hanya berkembang di Jawa (pegon), tapi juga Bugis (Seram), Turki, dan Afrika ('Ajamy).

"Kalau tidak ada peran budaya, mungkin Islam hanya di Arab saja," ujarnya. 

Dari manuskrip, lanjut dia, orang bisa memahami bahwa pandangan keagamaan ulama masa lalu sangat moderat. Pada manuskrip abad 17 misalnya, Kitab Ithaf Adz-Dzaky karya Ibrahim Al Kurani sudah mengajarkan bahwa al-Jam'u Muqaddamun 'alat Tarjih

"Dalam menyikapi perbedaan pandangan, alih-alih mengunggulkan dan menegaskan satu dengan yang lain, menghimpunnya jauh lebih baik," katanya. 

"Ada peradaban Islam di banyak negara. Ada peradaban Islam Arab, Turki, Amerika, dan Indonesia. Inilah satu kontribusi budaya mempromosikan agama " pungkasnya.

Selaku moderator, Dr. Muchlis M. Hanafi menggarisbawahi dua hal; Pertama, perbedaan budaya itu indah jika disikapi dengan toleran. Kedua, Indonesia adalah bangsa yang beragama dan berbudaya.

"Kita harus bisa menyelaraskan antara agama dan budaya," tutupnya.

Pewarta: Abdul Mun'im Hasan

Archive