Pesantren Al-Hamidiyah
Home > Berita
Berita

Pengajian Khataman Ayyuhal Walad (9): Arti Takhalli, Tahalli, dan Tajalli dalam Tingkatan Tasawuf

Senin, 10 April 2023 Oleh Kajis 34125 kali

DEPOK - Pengajian Khataman Ayyuhal Walad masih berlangsung hingga hari kesembilan. Kali ini, pengajian diisi oleh K.H. Jauhari Sadji, Lc. Seluruh santri mendengarkan dengan khidmat dan berfokus agar tidak ada satu arti pun yang tertinggal. Semangat santri yang berkobar-kobar untuk selalu istiqamah dan mengikuti pengajian ini membuat hari demi hari terlewatkan dengan penuh makna. Pada bab kali ini, akan dibahas pengertian tasawuf (Kamis, 6/4/2023).

Kiai Jauhari menerangkan bahwa tasawuf dapat diartikan sebagai upaya manusia untuk memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada agama, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Secara keseluruhan, tasawuf merupakan salah satu upaya untuk membersihkan jiwa yang ada dalam diri manusia. Terdapat beberapa tingkatan dalam tasawuf, yaitu Takhalli, artinya membuang sifat-sifat buruk seperti sirik, dengki, hasad, dan marah; Tahalli, artinya menghiasi diri dengan sifat terpuji seperti sedekah, tawadhu, dan senyum kepada orang lain; dan Tajalli, artinya orang yang dekat dengan Allah seperti para sufi.

"Salah satu tingkatan yang paling baik untuk dicontoh dalam kehidupan sehari-hari adalah tajalli, artinya orang yang dekat dengan Allah. Seseorang yang dekat dengan Allah Swt, apa pun yang dia inginkan dan apa pun yang dia ingin capai dalam kehidupannya, akan mudah dikabulkan doanya atas seluruh keinginannya tersebut. Oleh karena itu, kita sebagai umat Muslim patut berlomba-lomba dalam kebaikan, janganlah kita merasa puas dengan kebaikan yang telah kita lakukan. Teruslah istiqamah dalam melakukan hal kebaikan, karena dengan kita istiqamah melakukan kebaikan, kita menghantarkan diri kita menuju Surga Allah SWT," ungkap Kiai Jauhari.


Beliau mengutip Hadits Nabi Saw, barang siapa yang mengamalkan ilmu fiqih tetapi tidak mengamalkan ilmu tasawuf, maka dia orang fasik. Barang siapa yang mengamalkan ilmu tasawuf tetapi tidak mengamalkan ilmu fiqih, maka dia orang zindiq. Dan barang siapa yang mengamalkan kedua ilmu itu, maka dia akan mendapatkan pertolongan dari Allah Swt.

“Sesungguhnya, ilmu Allah itu cahaya dan tidak akan masuk ke dalam orang yang bermaksiat. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh seluruh pelajar atau santri di Indonesia adalah etika dalam belajar,” ungkap Wakil Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah itu. 

Etika belajar merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan karena etika yang baik dalam belajar akan menentukan kesuksesan seseorang dalam menimba ilmu. Sebagai contoh, jika seseorang ingin memahami ilmu tertentu, maka dia harus patuh pada perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan mematuhi perintah-Nya, maka seseorang dapat mencapai pemahaman yang baik terhadap ilmu yang ingin dipelajari.

“Surga diisi dengan amalan-amalan yang tidak disukai seperti shalat, puasa, zakat, dan sedekah, sedangkan Neraka diisi dengan perbuatan yang disukai seperti berzina, mabuk-mabukan, dan minum-minuman keras. Perbedaan antara surga dan neraka mengingatkan kita untuk memilih jalan yang benar agar dapat mencapai Surga dan menghindari jalan yang salah agar tidak sampai ke Neraka,” lanjut Kiai Jauhari. 


Sebagai seorang Muslim, tegas Kiai Jauhari, kita harus bangga bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam selalu mengajarkan kebaikan dan memberikan pencerahan atas permasalahan yang dihadapi manusia. Namun, terkadang manusia terlalu terlena dengan kenikmatan dunia sehingga melupakan kehidupan akhirat yang abadi. Ilmu tasawuf mengingatkan kita untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt agar memiliki hati yang tenang, aman, dan bahagia. 

“Teman yang baik dan selalu mengingatkan kita pada kebaikan akan membantu kita menjadi orang yang baik. Sebaliknya, teman yang buruk dan selalu mengajak kita ke dalam keburukan akan membuat kita menjadi orang yang buruk. Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah Swt agar dapat mencapai kebahagiaan abadi di akhirat,” terang Kiai Jauhari. 

Rasulullah Saw pernah ditanya tentang Ubudiyah, dan beliau menjawab bahwa ada tiga hal yang terkait dengan beribadah, yaitu menjalankan perintah syariat, menerima ketentuan Allah Swt, dan meninggalkan kenikmatan dunia demi mencari ridha-Nya. 

“Ketiga hal tersebut adalah contoh dari perilaku Rasulullah Saw, yang harus kita kerjakan sebagai umatnya. Oleh karena itu, kita harus mengimplementasikan ketiga hal tersebut dalam beribadah agar dapat mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat,” pungkas beliau. 

Pewarta: Tezar Fadhilah 

Foto: Linda


Archive