Pesantren Al-Hamidiyah
Home > Berita
Berita

Pengajian Khataman Ayyuhal Walad (10): Jangan Banyak Bertanya tapi Perbanyak Amal

Senin, 10 April 2023 Oleh Kajis 797 kali

DEPOK- Pengajian Khataman Kitab Ayyuhal Walad berlangsung kembali pada pertemuan yang kesepuluh. Pertemuan kali ini diisi oleh K.H. Mahfudz Anwar, M.A. Secara runtut, beliau  memberikan arti pada setiap kata bahasa arab yang ada dalam kitab diikuti dengan penjelasannya. Begitupun dengan santri putra dan putri yang fokus mendengarkan serta mengartikan kitab yang sedang dibacakan oleh kiai (Jumat, 7/4/2023).

Pembahasan pertama mengenai riya’. Kiai Mahfudz menjelaskan bahwa orang yang riya’ atau pamer itu karena menganggap punya kekuasaan dan pengaruh. Cara menghindari sifat riya adalah dengan menganggap seperti benda-benda yang mati tidak pengaruh apa-apa. Tidak pengaruh jika dipuji orang dan tidak ngaruh dimaki orang, biasa-biasa saja. Kalau seperti itu maka kita tidak akan pamer atau riya.

“Kalau kamu menyangka bahwa orang-orang itu punya kekuasaan, maka kamu tidak bisa terlepas dari sifat riya. Jadi, riya itu jangan menganggap orang lain penting, jangan menganggap bahwa orang lain punya pengaruh terhadap diri kita. Kalau hal tersebut bisa kita lakukan, maka insyaallah akan terhindar dari riya,” ucap Kiai Mahfudz.


Selanjutnya Kiai Mahfudz menjelaskan bahwa ilmu itu ada di dalam hati, tidak di dalam tulisan. Artinya, apa yang ditulis dalam buku itu yang akan didapatkan, dipahami dan dimasukkan ke dalam hati. Maka akan bermanfaat ilmunya.

Dalam karangan-karangan kitab Al-Imam Al-Ghazali, maka carilah masalah-masalah yang tidak tertulis dalam kitab Ayyuhal Walad, contohnya dalam kitab Ihya Ulumiddin.

“Jadi, kalau kita dapat ilmu harus kita amalkan. Karena ilmu yang tidak diamalkan itu bagaikan pohon yang tidak berbuah. Ilmu itu sedikit diamalkan, nanti akhirnya yang lain akan menjadi pengetahuan baru. Sedikit tapi manfaatnya banyak. Begitupun seperti rezeki. Rezeki yang sedikit itu maslahatnya banyak. Yaitu rezeki yang berkah. Rezeki yang tidak berkah, maka akan terus merasa kurang (tamak),” ungkap Kiai Mahfudz.

Pembahasan selanjutnya, tentang orang yang tidak boleh banyak bertanya. Kiai Mahfudz memberikan perumpamaan mengenai murid yang tidak boleh banyak bertanya jika itu hanya dijadikan sebagai uji coba pertanyaan.

“Ada guru yang baru mengajar, namun diberi banyak sekali pertanyaan. Walaupun sudah sarjana tapi baru pengalaman pertama mengajar. Murid tanya ini, tanya itu akhirya guru terlihat bodoh. Itu tidak diperbolehkan. Tujuannya untuk menjatuhkan orang,” jelas Kiai Mahfudz.

Kiai Mahfudz pun menceritakan sebuah kisah Nabi Khidir as. dan Nabi Musa as. Suatu ketika Nabi Musa bertanya kepada Nabi Khidir, “Apakah saya boleh belajar denganmu Tuan?”  Jawab Nabi Khidir, “Nggak bisa”. Rupanya Nabi Khidir  menolak karena Nabi Musa memiliki niatan yang kurang bagus. Niatnya adalah ingin mengalahkan Nabi Khidir. Itu tidak diperbolehkan oleh Allah swt.

Kemudian Nabi Khidir akan memperbolehkan Nabi Musa menjadi muridnya namun dengan syarat bahwa Nabi Musa  tidak diperbolehkan bertanya apa-apa. Cukup lihat saja apa yang Nabi Khidir  kerjakan. Harus yakin dan tidak boleh bertanya. Kalau bertanya, maka tidak jadi belajar.


Akhirya Nabi Musa menyanggupi syarat tersebut untuk tidak bertanya selama belajar. Kemudian Nabi Khidir  dan Nabi Musa  ke laut dengan perahu. Di tengah perjalanan Nabi Khidir  melubangi perahunya. Namun ternyata Nabi Musa  tidak tahan dan ingin bertanya kepada Nabi Khidir, “Kenapa melubangi perahunya, karena dengan melakukan itu bisa menyebabkan perahu tenggelam”. Sampai berkali kali Nabi Musa selalu bertanya dan tidak akhirnya tidak lulus.

“Kita tidak boleh terburu-buru. Karena itu adalah perbuatan setan. Nanti akan tahu sendiri apa yang dimaksud dengan ilmu tadi. Jangan terburu-buru ingin mengetahui jawabannya. Seperti yang telah disebut dalam surat Al Anbiya :37 “Nanti pada waktunya kamu akan tau dengan sendirinya,” jelas Kiai Mahfudz.

“Jangan bertanya sebelum waktunya. Dan yakinlah pada hatimu, sesungguhnya kamu tidak sampai kecuali dengan berjalan. Perjalanan hidup itu yang akan mengantarkan kita menjadi tahu segala sesuatu,” pungkas Kiai Mahfudz.

Setelah usai menjelaskan, Kiai Mahfudz mengakhiri belajar sore hari dengan memimpin pembacaan doa bersama. Santri putra dan putri kembali ke asrama masing-masing.

 

Pewarta: Verbena Uktab

Foto: Linda

Archive